Kamis, 03 April 2014

Ekspedisi Penelusuran Karo

SEKILAS TENTANG SEJARAH TRANSPORTASI

Pengertian dan Kebutuhan

Berawal dari sejarah manusia itu sendiri, bahwa setiap orang yang terlahir ke dunia ini adalah hidup. Untuk hidup perlu kebutuhan baik jasmani maupun rohani. Tidak ada seorangpun dapat memenuhi kebutuhannya pada satu titik  tempat, dan dia harus berpindah dari tempat satu ke tempat yang lain. Proses perpindahan tersebut disebut transportasi, dan kebutuhan akan transportasi tersebut melekat pada diri seseorang mulai sejak lahir sampai ke liang kubur. Dengan demikian sejarah transportasi telah seusia dengan sejarah manusia itu sendiri.
Oleh karena perkembangan ilmu pengetahuan  dan teknologi, maka para ahli mulai mendefenisikan pengertian transportasi yaitu proses atau tindakan perpindahan segala sesuatu dari asal ke tempat tujuan. Pada zaman batu muda mulai terbentuk lintasan berupa “dalan” atau jalan, dan awalnya menghubungkan kampung (bhs karo : kuta) ke lahan pertanian di dataran tinggi Karo.

Pemberdayaan hewan untuk membantu penggarapan lahan dan pengangkutan hasil pertanian sehingga mulai melebar.

Perlindungan hiduppun menjadi suatu kebutuhan dan berwujud kepada pembangun rumah. Salah satu bahan rumah adalah kayu. Untuk memindahkan kayu membutuhkan sejumlah orang. Orang yang berdiri sebelah kiri gambar merupakan pimpinan yang menyerukan menggerakkan kayu dengan menyuarakan  Ah...Uh...Ole...Nang, dan dikuti oleh anggota menarik tambang untuk menggulingkan kayu dengan menyuarakan   Ah....Uh....Ole....Ole......

Rumah Adat Karo
Kendaraan tenaga hewan menyebabkan jalan semakin lebar, dan jumlah barang yang terangkut sebakin banyak, jarak jangkauan semakin jauh.  Dengan demikian lintasanpun semakin panjang dan semakin lebar.
Jejak pemindahan kayu tersebut memperlebar membentuk lintasan (dalan) baru sekaligus memperlebar lintasan yang sudah ada. 
Salah satu tujuan pengembangan transportasi adalah untuk meningkatkan kwalitas kehidupan masyarakat.   
Walaupun lintasan mengalami penambahan dan pelebaran akibat pembangunan rumah, namun upaya manusia untuk  meningkatan kwalitas hidup tidak pernah berhenti.  Salah satu upaya peningkatan kwalitas hidup adalah mengkonsumsi garam.  

Tempat untuk mendapatkan garam sangat sulit dan jauh dari dataran tinggi karo, yakni pantai timur terletak di Kabupaten Langkat dan Deli Serdang. Pelaku pemindahan garam disebut perlanja sira. Untuk meningkatkan jumlah mobilisasi barang, maka melakukan pengembangan roda dan penggeraknya adalah tenaga hewan.
Untuk mengefesiensikan tenaga, mulai mengembangkan besi sebagai sebagai pelapis roda. Sepeda salah satu moda transportasi yang digerakkan dengan tenaga orang.
Salah satu hasil revolusi Industri adalah mesin dan salah satu penggunaannya adalah menggerakkan kendaraan. Untuk menghadirkan kendaraan mesin, terlbih dahulu membangun jalan aspal. Pemerintah Belanda melakukan pemaksaan terhadap pembangunan jalan, sehingga menimbulkan pro dan kontra pada masyrakat Karo.


Untuk membaca lebih lengkapnya lihat Sekilas Tentang Sejarah Transportasi

SELAYANG PANDANG TENTANG Kata “KARO”

Asal Asul Kata “Karo”

Pendapat P. Tamboen, pendekatan pergaulan dan simulasi bahwa penyebutan Karo berawal dari bahasa Tapanuli yakni Halak Ro yang disingkat menjadi Haro. Seiring dengan perkembangan waktu, interaksi sosial-ekonomi suku yang satu dengan suku yang lain disekitar Kabupaten Karo, maka Haro berubah menjadi Karo (Kalak Roh). 
Kalak Roh artinya adalah pendatang (dalam gambar adalah A)
 
                              (Catatan : Orang Karo awal  yang sesuai dengan wilayah administrasi saat ini).


 

Untuk membaca lebih lengkapnya lihat Asal Usul Kata "Karo"

Pembentukan Kata “Karo”

Aksara  adalah kumpulan simbol, lambang yang tertera pada media tulis seperti kertas, kain, kayu untuk mengungkapkan sesuatu  bagi pembaca. Aksara merupakan salah satu alat komunikasi yang berfungsi untuk menyampaikan sesuatu dari sumber (penulis) ke penerima (pembaca).
Potensi perjalanan sangat tergantung dengan hasil interkasi sosial-ekonomi dalam dan luar masyarakat karo. Prakiraan perjalanan menggunakan  hukum Gravitasi Universal Newton yang telah disesuaikan ahli untuk kepentingan analisis transportasi. Hasil interaksi sosial-ekonomi membentuk Haro menjadi Karo. 
 
 
Timur                 :  Kabupaten Simalungunmu
Tenggara           : Toba Samosir (sebelumnya Tapanuli Utara)   
                            melewati Kab. Simalungun;
Selatan              : Kabupaten Dairi
Barat Daya        : Kabupaten Singkil (Aceh);
Barat                 : Aceh Tenggara dan Aceh Selatan;
Barat Laut         : Gayo Luwes dan Alas melalui Aceh Tenggara;
Utara                 : Langkat dan Deli Serdang;
Timur Laut         : Deli Serdang dan Serdang Bedagai


Untuk membaca lebih lengkapnya lihat Pembentukan Kata "Karo"-1

Salah satu yang berperan melakukan interaksi bahasa Karo dengan bahasa suku lain adalah pertiga-tiga. Urutan kemiripan bahasa Karo adalah: Bahasa Alas, Bahasa Simalungun, Bahasa Pak Pak, Bahasa Singkil, Bahasa Toba, Bahasa Gayo, Bahasa Langkat.

Bahasa yang paling mirip dengan bahasa Alas dan sejalan antara teori gravitasi dengan pendapat Prof.Masri Singarimbun.
Ciri khas bahasa Karo yang tidak ada pada suku lain adalah kata “Nande” dan “Tendang”. Nande bukan berarti ibu, tetapi makna sebenarnya orang yang menjadi tempat berteduh bagi keluarga.
     
  
 Hasil interaksi bahasa, maka sebutan pendatang adalah:
     • HARU singkatan Halak Ruh (interaksi bhs Simalungun dan Toba);
     • KARO singkatan Kalak Roh (bhs Pak Pak);
     • KARO singkatan Kalak Ruh (interaksi bhs 
        Pak Pak, Simalungun dan Toba);
     • KARE singkatan Kalak Reh (interaksi bhs Pak Pak dan Alas);
     • HARO singkatan Halak Ro (bhs Toba);
     • HARO singkatan Halak Roh (bhs  Simalungun);
     • KAKHO singkatan Kalak Khoh (bhs Singkil);
• KAGE  singkatan Kalak Geh (bhs Gayo).

Untuk membaca lebih lengkapnya lihat Pembentukan Kata "Karo"-2






Tidak ada komentar:

Posting Komentar